Lebaran Idul Fitri, yang juga dikenal sebagai Hari Raya, merupakan salah satu momen paling bersejarah dalam kalender Islam. Lebaran Idul Fitri tidak sekadar sebuah perayaan, tetapi juga sebuah penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan sejarah yang kaya di dalam agama Islam.
Dalam suasana kegembiraan dan syukur, umat Muslim di seluruh dunia merayakan kemenangan spiritual yang diraih setelah menjalani bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, dengan puasa dan ibadah yang mendalam.
Namun pada hari raya Idul Fitri banyak sekali ditemukan tradisi tradisi khusus pada setiap daerah, salah satu tradisi yang sering kita jumpai adalah berjabat tangan / bersalaman (Mushafahah).
Hal ini cenderung dilakukan setelah sholat Idul Fitri dilaksanakan namun dengan adanya tradisi tersebut bagaimana hukum bersalaman kepada lawan jenis? semisal yang kita ajak salaman itu lebih tua dari kita sedangkan kita tau dia bukan mahrom kita, tapi jika tidak bersalaman kita merasa tidak enak.
Perlu kita ketahui bahwa hukum berjabat tangan atau salaman (mushafahah) dengan perempuan yang bukan mahram bila mengikuti sabda nabi adalah haram sebagaimana hadist berikut ini:
.”قال صلّى الله عليه وسلم: “إني لا أصافح النساء
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku tidak berjabat tangan dengan perempuan,’ (HR Al-Muwaththa’, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i).
Lantas, bagaimana jika laki laki berjabat dengan perempuan tua yang bukan mahram, apakah boleh?
Mayoritas ulama kecuali madzhab Syafi‘i membolehkan berjabat tangan (mushafahah) dengan perempuan tua sebagaimana ditulis oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 3, halaman 567.
الجمهور غير الشافعية أجازوا مصافحة العجوز التي لا تشتهى، ومس يدها، لانعدام خوف الفتنة، قال الحنابلة: كره أحمد مصافحة النساء، وشدد أيضاً حتى لمحرم، وجوزه لوالد، وأخذ يد عجوز شوهاء
Artinya: “Mayoritas ulama selain madzhab Syafi’I membolehkan jabat tangan dan sentuh tangan perempuan tua yang tidak bersyahwat karena tidak khawatir fitnah. Hanya saja Madzhab Hanbali memakruhkan jabat tangan dengan perempuan dan melarang keras termasuk dengan mahram. Tetapi Madzhab Hanbali membolehkan jabat tangan bagi seorang bapak dengan anaknya dan membolehkan jabat tangan perempuan tua–maaf–buruk rupa,”
Sedangkan dikitab yang sama dan halaman yang sama, menjelaskan bahwa ulama Madzhab Syafi’i mengharamkan jabat tangan dan memandang perempuan, sekalipun hanya perempuan tua.
وحرم الشافعية المس والنظر للمرأة مطلقاً، ولو كانت المرأة عجوزاً. وتجوز المصافحة بحائل يمنع المس المباشر
Artinya, “Madzhab Syafi’i mengharamkan bersentuhan dan memandang perempuan secara mutlak, meskipun hanya perempuan tua. Tetapi boleh jabat tangan dengan alas (sejenis sarung tangan atau kain) yang mencegah sentuhan langsung,”.
Syekh Ali Jum‘ah seperti dilansir laman Darul Ifta (Lembaga Fatwa Mesir) nomor 2287 yang diunggah pada 13 Januari 2011 juga menanggapi perbedaan pandangan ulama perihal ini.
Beliau menyatakan bahwa ada perbedaan pandangan antar ulama mengenai jabat tangan antara laki laki dan perempuan yang bukan mahram dalam fiqih.
Namun menurutnya, mayoritas ulama mengharamkan jabat tangan tersebut kecuali Madzhab Hanafi dan Hambali yang membolehkan berjabat tangan dengan perempuan tua yang tidak menimbulkan syahwat dan aman dari fitnah.
Syekh Ali Jum’ah juga menyatakan bahwa adapula ulama yang membolehkan praktik jabat tangan ini, dan bersandar pada riwayat yang menceritakan praktik jabat tangan dengan perempuan bukan mahram yang dilakukan oleh Sayyidina Umar bin Khottob RA ketika membaiat.
Lantas mereka menyimpulkan bahwa penahanan diri Rasulullah SAW dari praktik tersebut bersifat khususiyah atau pengecualian yang khusus untuk dirinya (Rasulullah) sendiri.
Sementara mayoritas ulama yang mengharamkan, mendasarkan pandangannya pada keumuman hadits nabi.
Wallahu a’lam bisshowab
